Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah. Pada bulan ini kita mengerjakan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Pada bulan Ramadhan ini berbagai kejadian maupun keuntungan yang terjadi dari berbagai aspek. Kejadian yang terjadi merupakan tantangan yang dihadapi.
Puasa secara bahasa berarti menahan diri. Arti puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Makna menahan diri di sini tidak hanya menahan diri dari rasa lapar atau rasa haus belaka, tetapi menahan diri baik dalam mengendalikan nafsu maupun pikiran.
Puasa merupakan suatu kegiatan yang memberikan efek dari berbagai aspek terutama pada saat bulan Ramadhan. Aspek yang utama memberikan efek positif adalah aspek kesehatan.
Jika kita melihat puasa dari aspek kesehatan fisik maka kita dapat menduga ini berasal dari tidak makan setengah hari. Hal menarik ketika hidup di Negara yang tidak dominan beragama Islam, beberapa orang akan menanyakan kepada kita apakah kamu tidak mati kelaparan?
Mereka akan berpikir puasa merupakan kegiatan menyiksa diri sendiri apalagi jika mereka tahu ga makan dan minum dari pagi sampai sore menjelang malam. Jika kita melihat berdasarkan aspek kesehatan bahwa puasa merupakan kegiatan yang baik. Dimana pada saat kita puasa alat pencernaan kita akan mengalami istirahat.
Puasa juga memberikan efek terhadap kesehatan psikis kita. Berdasarkan pengertian puasa yaitu menahan diri, kita juga diwajibkan untuk menahan diri dari nafsu. Ramadhan merupakan waktu yang optimal menjalankan puasa selama sebulan penuh. Selama sebulan penuh jika kita menjalankan puasa secara yang benar yaitu menjalankan puasa berdasarkan definisi utuh maka kita akan mendapatkan kesehatan secara psikis. Dimana pada saat puasa kita mengendalikan nafsu baik nafsu amarah, nafsu syahwat, nafsu makan, nafsu untuk mendapatkan sesuatu dll. Mengendalikan di sini bukan berarti meninggalkan atau tidak melakukan tetapi melakukan sesuatu berdasarkan hak dan ukurannya. Dengan melatih diri kita dalam mengendalikan diri selama sebulan penuh maka jiwa orang berpuasa akan memiliki jiwa yang arif, dia akan melakukan sesuatu berdasrakan kadar kebaikan buat dirinya dan bagi orang sekitar. Umat Islam senantiasa mengingat nasehat Nabi Muhammad SAW yang mengatakan, “Jika sesesorang menghujatmu atau menyulut emosimu, katakanlah bahwa saya sedang berpuasa.”
Dari aspek kepekaan social, puasa memberikan rasa empati bagi rakyat yang tidak sejahtera. Makna puasa ini bisa membuat orang yang kaya merasakan penderitaan orang miskin. Hal ini dapat dirasakan bahwa pada menjalankan puasa setiap manusia akan merasakan kondisi yang sama pada siang hari yaitu kondisi menahan lapar. Bisa kita perhatikan pada saat menjalankan puasa dapat mengurangi kesenjangan social antar si kaya dan si miskin.
Dari aspek rasa kekeluargaan terasa juga efek yang diberikan pada bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan ibadah yang menjadi langganan umat muslim adalah ibadah shalat Tarawih berjama’ah. Pada saat menjalankan ibadah shalat berjama’ah biasanya penduduk di suatu daerah akan beramai-ramai dating ke mesjid untuk menuaikan ibadah shalat Tarawih berjama’ah. Nah, dengan berkumpulnya warga di mesjid maka bisa dimanfaatkan sebagai ajang silaturahim. Oleh karena itu rasa kekeluargaan bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan momen silaturahim di mesjid. Selain itu rasa saling berbagi iftar bersama di mesjid juga terasa. Hal ini dapat terlihat dengan membuat jadwal pemberian iftar bersama di mesjid yang dilakukan oleh DKM mesjid. Hal yang terpenting adalah bagaiman memanfaatkan momen silaturahim di mesjid ini sebagai momen untuk mempererat rasa kedekatan.
Yang cukup menarik fenomena yang sering muncul di bulan Ramadhan pada aspek ekonomi. Fenomena tersebut adalah lonjakan harga-harga pada saat bulan Ramadhan. Berdasarkan teori ekonomi , harga akan naik apabila permintaan naik tetapi penwaran dalam jumlah sedikit. Dan pada teori ini diharapkan harga muncul pada kondisi equilibrium (bisa dilihat pada Gambar 1.).
Gambar 1. Kurva Permintaan dan Penawaran
Pada aspek ekonomi inilah menjadi tantangan bagi para peneliti di bidang ekonomi untuk menciptakan teori baru. Teori seperti ini bisa membuat pedagang berlaku curang dengan cara menimbum barang-barang sampai bulan Ramadhan barang tersebut akan dijual. Dalam kondisi ini pedagang melihat suatu peluang mendapat keuntungan jika barang-barangnya dijual pada saat bualn Ramadhan (terutama sembako) karena pedagang sudah memprediksi bahwa permintaan pada bulan Ramadhan akan meningkat. Untuk mengantisipasi kondisi ini, peran pemerintah juga diharapkan menjadi pihak yang bisa mengendalikan teori ekonomi ini.
Pada aspek teknologi yang menjadi tantangan para ilmuwan adalah bagaimana caranya menentukan awal Ramadhan dan tanggal 1 Syawal. Ini merupakan isu setiap tahun dalam penentuan jadwal Ramadhan. Dalam buku “Rukyah dengan teknologi: Upaya Mencari Kesamaan Pandangan tentang Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal”, Dr. Ir. S. Farid Ruskanda, M.Sc mengungkapkan ada berbagai alternatif teknologi untuk pengamatan (rukyah) bulan sabit (hilal) yang menandai awal dari bulan pada tahun qamariah secara objektif. Pengamatan objektif dilakukan melalui instrument observasi dan dapat direkam serta dipancar-luaskan. Alternatif pertama adalah perangkat teleskop kamera video untuk cahaya tampak; kedua, perangkat untuk inframerah untuk penyinaran bulan dengan laser secara aktif; dan keempat dengan menggunakan perangkat radar.
Selanjutnya aspek transportasi, akhir ramadhan merupakan puncak arus penggunaan transportasi untuk mudik. Transportasi yang padat hampir semua transportasi yaitu transportasi melalui darat, laut dan juga udara. Yang menjadi isu di aspek ini adalah bagaiman cara untuk mengatur semua sarana transportasi bisa mengurangi tingkat kecelakaan.
Dari uraian di atas, bulan Ramaadhan memberikan efek yang dahsyat bagi diri kita terutama dalam aspek kesehatan, social dan kekeluargaan. Semoga Ramadhan yang kita hadapi merupakan Ramadhan yang lebih baik dari sebelumnya.
Secara teknologi, sebetulnya sudah tidak ada masalah dalam menentukan tanggal 1 Romadhon dan 1 Syawal dan bulan-bulan lainnya. Penghitungan ini sudah sangat akurat dengan kesalahan di bawah 1/1juta derajat. Hal ini yang menjadi salah satu faktor sukses NASA dan lembaga antariksa lainnya sanggup keluar masuk orbit bumi.
Cara lain adalah dengan model yang seperti disebutkan di atas, yaitu menggunakan alat observasi. Ini digunakan sebagai pengganti mata. Hanya yang jadi masalah adalah khilafiyah dalam menterjemahkan makna "melihat bulan" dalam hadits tentang puasa. Bagi saintis, melihat itu bukan hanya dengan mata, tapi bisa dengan perangkat lain seperti suara (ultrasonik), medan listrik, medan magnet, radiasi dll. Sedangkan menurut ulama klasik .. melihat itu diterjemahkan hanya dengan melihat dengan mata..
Wallahua'lam
Salah satu masalah yang selalu ada di setiap akhir ramadhan adalah penentuan waktu 1 syawal. Mengingat begitu pesatnya perkembangan teknologi saat ini, seharusnya kemungkinan terjadinya perbedaan dalam penentuan 1 syawal dapat diminimalisir. Penentuan tanggal itu berarti banyak bagi banyak aspek. Barangkali beberapa organisasi keislaman yang masih "tradisional" memandang cara hilal adalah cara yang paling tepat untuk menentukan tanggal 1 dimana puasa diharamkan saja. Apakah mereka memperhitungkan juga bagaimana arus pergerakan manusia terkait dengan penetapan tersebut? bagaimana dengan transportasi sebagai jalan manusia dalam bermigrasi? bagaimana dengan dunia industri yang harus mengatur sustainability usaha mereka di saat kebanyakan orang harus berlibur?
Nah, dengan mengacu pada teknologi mutakhir, saya kira dampak penetapan tanggal 1 dapat diminimalisir karena berdasarkan perhitungan yang akurat. Namun, bukan berarti kita meninggalkan cara sederhana yang digunakan nabi pada zamannya. Hal itu bisa saling dikombinasikan.
Yang menjadi garapan selanjutnya adalah bagaimana menyamakan persepsi dari semua golongan yang ada di negara ini? agar penetapan 1 syawal adalah sebuah keputusan yang ditaati bersama? bukankah bersama itu lebih baik?
Subhanallah, menarik nih topiknya. Up to date euy. Mengenai penentuan hari pertama Ramadhan serta akhir Syawal,menurut yang masyhur adalah dengan hilal bi ru'yah. Saya sendiri lebih condong ke pendapat tersebut dr pada yg menentukannya hanya dg hisab.
Kenapa? Meski penghitungan sudah canggih, kita blm bs memastikan apakah benar penghitungan tsb tepat adanya? Sebagai contoh, menurut jadwal, KRL tiba di Stasiun A pkl 09.00 tepat. Namun, bisa juga kan karena bbrp hal kereta lewat dr waktu tsb ato bahkan mendahului jam tsb.
Namun, tantangan tak selesai di sini. Yakni, melihat hilal. Apakah dengan mata telanjang, atau bisa dengan teknologi yang ada sekarang? Terus terang, sy masih awam dg ini. Oleh karenanya, silakan kpd yg lebih ahli utk menanggapi. Namun, yang perlu diperhatikan adalah (IMHO), substansi bahwa derajat hilal sudah memenuhi syarat.
wallohu a'lam
Iya setuju, penentuan awal Syawal dan Ramadhan ini bermasalah kepada penafsiran hadis. Ada yang menggunakan perhitungan manual dengan cara menghitung hari berdasarkan Ramdhan sebelumnya dan ada cara yang lain. Setiap kelompok mengakui mempunyai reference yang jelas. Tidak bisa dipungkirin bahwa setiap manusia mempunyai cara berpikir yang berbeda dan memiliki cara pandang yang berbeda. Tapi yang diharapkan adalah perbedaan ini tidak membuat perpecahan tapi yang selanjutnya diharapkan bisa menyamakan persepsi melihat perbedaan ini.
Btw sebenarnya topik yang hangat lain adalah bidang ekonomi nih. Teori tentang permintaan dan penawaran ini menurut saya seperti kapitalis. Saya lebih senang harga itu tergantung dari harga produksi bukan tergantung terhadap pasar. Tapi realitanya kok bisa harga di pasar berubah tergantung kondisi? Jika satu harga berubah maka akan terjadi efek domina yang selanjutnya harga yang lain juga akan berubah.
HUfh...bener juga nih Bung Yudis. Oon nih...emang ada harga yang tidak ditentukan oleh suplly n demand ya? Apa perlu intervensi pemerintah getho berarti disubsidi, etc...
Hm...mau nggak nih ya pemerintah? hi..hi..
Tentang penentuan tanggal 1 Ramadhan memang dilakukan dengan dua cara, yaitu metode penghitungan dan penglihatan. Seperti sudah saya jelaskan sebelumnya, kedua metode ini sudah sangat akurat.
Penghitungan tanggal, jam dan detik sudah sedemikian akurat sehingga kita bisa tahu kapan gerhana bulan dan matahari dengan tepat. Ini saja sebetulnya sudah bisa dijadikan referensi, bahwa ketepatan penghitungan penanggalan sudah sedemikian canggih, berdasarkan data empiris yang ada. Jangan dibandingkan penghitugan ini dengan penghitungan jadwal kereta apa yang bisa molor atau terlalu cepat, karena perbandingan ini bukan Apple to Apple. Dalam astronomi gerak bumi, bulan, matahari sudah fix, berdasarkan data empirik, sedangkan gerak dari kereta tidak fix.. karena faktor equipment dan SDM yang menggerakkannya sangat besar.
Kemudian mengenai melihat bulan dengan alat2 observasi, ini juga sudah sangat akurat. Mulai dari teropong klasik yang menggunakan lensa atau cermin.. sampai menggunakan perasalatan optik lain yang lebih canggih seperti radiasi sinar gamma dll. Dengan kemampuan ini seharusnya penentuan tanggal 1 Ramadhan bisa lebih akurat dibandingkan dengan melihat dengan mata telanjang biasa yang penuh keterbatasan, karena berbagai macam faktor bisa mempengaruhi mata, mulai dari cuaca, awan, cahaya dll.
hmm..kayanya memang harus ada yang bisa njelasin tentang efek domina ini. Mengherankan juga kenapa permintaan jadi lebih tinggi pada bulan ini, padahal jam makan hanya bergeser (porsi makanan seharusnya tetap sama seperti pada waktu normal). Sampai2 pemerintah harus memberikan pengumuman bahwa ketersediaan sembako "aman" pada level tertentu pada bulan ini.
Tingkat konsumerisme orang2 meningkat juga pada bulan ini, terutama pada produk garmen.
Efek lain yang saya amati dari sisi sosial adalah jumlah pengemis yang meningkat pada bulan ini. Sisi kedermawanan orang2 dimanfaatkan nih!(semoga bisa dapat datanya dalam waktu dekat).
@George Hilton: Wah, sepertinya anda menguasai metode penentuan awal bulan nih. Nanti kita coba buat diskusi lebih detail nih untuk pembahasan teknologi yang disebutkan tadi. Apakah anda bersedia untuk membuat tulisan tentang teknologi ini? Selanjutnya kita diskusikan apakah kita bisa membuat alat yang sederhana murah tapi akurat. Bisa hubungi saya di YM: hadhie_yudistira
@info sains: sebenarnya yang bisa dilakukan pemerintah adalah melalui menteri perdagangan dan pertanian seharusnya kerja sama untuk memastikan pasokan barang di pasar memenuhi permintaan pasar agar tidak ada pedagang yang memanfaatkan atas kekurangan barang di pasar dan menindak tegas pedagang yang menimbum barang. Sebenarnya yang saya harapkan sih, ada ekonom muda bisa menemukan teori baru yang menentukan harga barang berdasarkan biaya produksinya bukan berdasarkan keadaan pasarnya, tapi saya kurang tahu membuat teori ekonomi yang aplikatif di pasar yang cukup adil. Mungkin ada yang ahli ekonomi bisa bantu memberikan paparannya?
@mbak Ellita: Iya benar, pemerintah harus bisa membuat pasar tersebut dalam kondisi tenang. Pemerintah harus berani menjamin ketersedian barang (sembaku khususnya) dalam kondisi aman.
Untuk aspek sosial yang mbak Ellita katakan, nah ini dia yang biasanya dimanfaatkan oleh beberapa orang. Ini sebenarnya bisa jadi bahan penelitian bagi teman-teman ilmu sosial masalah perilaku ini. Kemarin pada tanggal 17 Agustus, saya diskusi dengan seorang peneliti dari Unhas yang mendapat tugas dinas di Korea, kami diskusi mengenai perilaku manusia di Indonesia. Baik dari masalah tawuran sampai masalah pemilu. Nah kejadian sederhana seperti tawuran ternyata ini topik penelitian yang menarik dan solusinya juga memerlukan waktu yang tidak cepat. Kalau perilaku sosial di bulan Ramadhan ini mungkin bisa dipelajari dan diteliti bagi teman-teman ilmu sosial. Bagaimana kita bisa mengarahkan nilai positif bisa ditingkatkan dan nilai negatif bisa kita kurangkan
(mAaf sebeLUmNya, notepad laPtop LAGI KACAu NIH..jaDI ada besar dan kecIL NULISNya).
@ George
MEMAng sudah CANggih, dan tak dapat meNAFIKAN HAL INI. CONTOH Yg sAya kasih ADALAH GAMbaraN SEdErHana, bahWA penGhiTUNGAn MANUSIA kadang ada titik error-NYA. ArtiNYa, ADA Peluang saLAH. pUn, DI RU'YAtul hilal.
TaPI, pendApat YG SAYA ikUtI ADALAH BERDASARKAN NAsh hadits. masiH inGETkAN bunyINya? ada LEBIH DARI SATU HADITS YG MEngungkapkan PERLUNYA RU'yah (penglihatan, bukan hisab) DALAM penentuan awal dan akhir ramaDHAn (DAN INI LEBIH ROJIH/Kuat).
hisab dipakai jika 'syaRAt' DG MELiHAT terhalang Oleh ADANYA MEndung/awan. RasuLULLAH menganJurkAn dengan mENGGENAPKAN (MiSalnya PAdA bilangan bulan sya'BAN Menjadi 30 hari). Artinya, qt gunakan ru'YAH DULU BARU KE HISAB. bUKAN SEBAlIKnyA.
tHanks
@ Yudistira: boleh saja, tapi keliatannya saya masih perlu belajar dahulu. Tapi saya usahakan untuk bisa membuat tulisan ini.. insya Allah.
@ Syaefuddin: Ya betul, memang lebih kuat dengan ru'yah. Hisab itu memang masih perkiraan. Tapi teknologi untuk melihat ini juga sudah canggih, misalnya dengan optoelektronik, radiasi dll. Secara teknis ini semua bisa digunakan untuk "melihat" bulan. Jadi bukan dengan "mata biasa". Ini yang saya maksudkan perlu kelegowoan dari ulama klasik untuk menerima teknologi "melihat" dengan berbagai macam peralatan astronomi.
Wallahua'lam
Ada kemajuan baru dari Saudi Arabia. Saudi sudah mengijinkan penggunaan teleskop untuk mengganti mata "biasa" untuk melihat
bulan.
http://www.eramuslim.com/berita/dunia/saudi-ijinkan-penggunaan-teleskop-untuk-melihat-awal-bulan-ramadhan.htm
Saudi Ijinkan Penggunaan Teleskop Untuk Melihat Awal Bulan Ramadhan
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, masyarakat Saudi akan dapat menggunakan teleskop bukan hanya dengan mata telanjang untuk melihat bulan sabit yang menandakan dimulainya bulan suci Ramadhan.
Dalam sebuah pernyataannya yang dikeluarkan pada hari Senin lalu, Mahkamah Agung menyerukan masyarakat Saudi untuk melihat bulan baru pada hari Kamis malam.
"Mahkamah agung meminta masyarakat melihat bulan dengan mata telanjang atau dengan menggunakan teleskop untuk mengamati bulan dengan pandangan yang lebih dekat," kata pernyataan tersebut.
Sebelumnya, Mahkamah Agung tidak memasukkan penggunaan teleskop untuk melihat awal bulan Ramadhan dalam pernyataan-pernyataannya.
Keputusan terbaru tersebut untuk mengatasi adanya gap antara Ulama dan para ilmuwan terkait persoalan melihat bulan dalam penentuan awal bulan Ramadhan. Tahun lalu, Dewan Ulama Senior Saudi (Haihatul Kibarul Ulama) menolak saran yang meminta penentuan awal bulan dan akhir bulan sebaiknya menggunakan hitungan astronomi.
Hanya Syiah Libanon yang mengandalkan perhitungan astronomi daripada melihat dengan mata telanjang untuk melihat awal dan akhir bulan.
Pada hari Senin lalu, Ulama tertinggi Syiah Libanon - Ayatullah Muhammad Husein Fadlallah mengatakan bahwa awal ramadhan dimulai pada hari Jumat depan berdasarkan perhitungan astronomi yang akurat.(fq/toi)