miti bar

Wednesday, February 04, 2009

Membaca, Menulis dan Sistem Pencernaan

oleh: Cahya Hw.*)

Apa hubungannya antara membaca, menulis dan sistem pencernaan? Beberapa ahli pengembangan diri, khususnya di bidang membaca dan menulis, aktivitas membaca dan menulis itu mirip dengan proses pencernaan makanan. Tentang ini, dalam buku "Mengikat Makna", Hernowo mengatakan pernah mengajar mata kuliah Digesting (pencernaan) pada sebuah sekolah tinggi di Bandung.

Ketika dulu kita duduk di bangku SMP maupun SMU, pada pelajaran biologi kita telah dijelaskan tentang bagaimana proses pencernaan itu berlangsung. Mula-mula makanan dimasukkan ke mulut dan mengalami pencernaan secara mekanis, oleh gigi, dan pencernaan kimiawi oleh enzim ptialin. Setelah dikunyah, makanan masuk ke lambung melalui kerongkongan. Di lambung dan juga di usus dua belas jari, makanan mengalami pencernaan secara kimiawi dengan enzim yang khusus bekerja pada macam zat gizi tertentu. Kemudian sari makanan dan nutrisi diserap oleh usus halus kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Sisa-sisanya atau ampasnya, akan dibuang melalui usus besar kemudian anus.


Dari sari makanan yang diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh, akan menghasilkan energi dari proses yang terjadi di dalam mitokondria. Energi itu kemudian kita gunakan untuk beraktivitas. Jika tidak atau belum dibutuhkan untuk aktivitas, maka nutrisi akan disimpan dalam jaringan tubuh dalam bentuk yang lain. Misalnya glukosa (gula darah) diubah menjadi glikogen (gula otot), asam lemak menjadi lemak, dan seterusnya.


Analog dengan proses itu, saat kita membaca, kita memberikan input makanan pada otak kita. Bahan bacaan yang merupakan ‘makanan’ kita itu, setelah masuk akan diolah, dicerna di dalam ‘alat pencernaan’ pengetahuan, yakni otak manusia. Dari hasil proses ‘pencernaan’ itulah kita akan memperoleh kesimpulan baru, wawasan baru, atau sistematika pengetahuan baru yang kemudian disimpan rapi dalam memori kita. Pengetahuan dan ilmu itu disimpan dalam ingatan kita, dan siap di-recall jika sewaktu-waktu diperlukan. Namun, jangan sampai pengetahuan yang tersimpan dalam memori ini dibiarkan begitu saja, tanpa sering digunakan. Jika seperti itu, suatu saat memori itu akan mengalami obsolete dan lama-kelamaan akan mengalami degradasi, sehingga data-data pengetahuan itu akan lenyap sedikit demi sedikit.


Sebagaimana jika dianalogikan kembali dengan pencernaan. Bila cadangan energi dalam bentuk simpanan nutrisi itu disimpan saja, tidak digunakan untuk beraktivitas maka akan terdapat timbunan nutrisi yang nantinya membuat keseimbangan dalam tubuh kita terganggu. Sebagai contoh, nanti bisa mengalami obesitas karena timbunan lemak yang berlebihan. Justru yang seperti ini tidaklah sehat bagi tubuh. Lain halnya jika digunakan untuk bekerja, maka yang terjadi adalah penguatan otot dan organ, karena jaringan tubuh bekerja, sehingga dapat memperkuat tubuh itu sendiri.


Maka, dalam aktivitas membaca pun perlu penyeimbangan dengan aktivitas lain yang merupakan aktivitas kerja untuk menyalurkan ‘energi’ berupa ilmu dan pengetahuan itu. Dan aktivitas itu tiada lain adalah menulis. Bagaimana mungkin kita hanya mengkoleksi ilmu pengetahuan yang kita serap sejak SD, bahkan TK hingga ke perguruan tinggi, tidak hanya S1 namun sampai S3, tanpa ada aktivitas penyaluran keluar dari pelbagai pengetahuan yang kita kumpulkan itu? Maka bisa jadi, kita akan mengalami 'obesitas pengetahuan'.



Menulis dikatakan oleh beberapa tokoh sebagai upaya mengikat makna. Karena ilmu dan pengetahuan yang tidak direkam dalam tulisan akan cepat hilang, maka dengan adanya aktivitas penulisan inilah, ilmu dapat dipertahankan bahkan dikembangkan. Sehingga saat ini manusia telah mengalami kemajuan peradaban yang luar biasa, khususnya dalam teknologinya. Itulah salah satu dampak dahsyat dari aktivitas menulisnya manusia.


Menulis juga akan membantu aktivitas membaca. Bagi yang kerjanya hanya membaca saja, maka suatu saat akan mengalami kejenuhan dan kebosanan. Hal ini dapat di-refresh dengan menuliskan apa saja yang ada dibenaknya saat itu. Apa saja yang terekam dalam pikirannya, yang diperolehnya dari membaca harus dituangkan kembali dalam tulisan, yang tentunya memiliki sistematika baru, dengan adanya kombinasi pelbagai bahan bacaan.


Dengan menulis, maka aktivitas membaca akan lebih berarti. Dengan menulis, ilmu dan pengetahuan pun akan jauh lebih berarti. Maka … mari menulis!! [ ]


*) Penulis adalah Kabid PSDM MITI-Mahasiswa periode 2007-2008

Comments :

0 comments to “Membaca, Menulis dan Sistem Pencernaan”


Post a Comment

Related Posts with Thumbnails